Akhir-akhir ini, berita nasional maupun lokal diwarnai dengan berbagai kabar mengenai kasus keracunan pangan yang melibatkan anak sekolah. Keracunan makanan terjadi secara masif yang tentu saja harus menjadi perhatian dari penyelenggara makanan, sekolah maupun pihak kesehatan. Meskipun hingga hari ini, program penyediaan makanan tersebut belum diberlakukan di wilayah kerja Puskesmas Trauma Center, namun kewaspadaan terhadap kemungkinan tersebut tetap harus dilakukan. Mengingat penyelenggaraan makanan dalam jumlah besar dimanapun pelaksanaannya akan memiliki risiko yang sama terhadap kasus keracunan makanan.
KLB Keracunan makanan adalah suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan sebagaimana disebutkan dalam permenkes nomor 2 tahun 2013 tentang KLB keracunan makanan. Berdasarkan definisi ini, maka penyelenggaraan makanan yang kecil di tingkat rumah tangga sekalipun memiliki risiko yang sama untuk menyebabkan keracunan makanan. Kewaspadaan kerpang di masyarakat tidak hanya perlu dilakukan saat makanan dikonsumsi namun sejak bahan pangan dipilih, diolah maupun didistribusikan. Di tingkat rumah tangga, penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menjadi pengetahuan dasar untuk terhindar dari kemungkinan kerpang. Sedangkan di tingkat masyarakat maupun penyelenggara makanan seperti catering, sistem pengawasan, pelaksanaan SOP sesuai standar yang berlaku serta fungsi monitoring dan evaluasi menjadi hal yang krusial untuk terus dilakukan.
Adapun jika penyelenggaraan makanan melibatkan sistem yang lebih besar lagi maka untuk menghindari kerpang secara masif, ketersediaan sumber daya manusia yang berkapasitas untuk mengawasi hal ini seperti tenaga kesehatan lingkungan, petugas gizi maupun epidemiolog wajib untuk disediakan. Yuk, ciptakan penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman bagi masyarakat.